Anak-anak Mariso yang Bernegosiasi dengan Ruang dan Waktu

Cerita: Sarah Tamimi | Foto: Salma

Anak-anak Mariso yang Bernegosiasi dengan Ruang dan Waktu

Cerita: Sarah Tamimi | 17 Desember 2024

Dulu, anak-anak Mariso dibentuk oleh laut dan pesisir di sekitarnya. Berenang, mendayung di atas styrofoam bekas, atau mencari kerang adalah permainan mereka. Anak-anak tahu kapan air pasang akan datang karena mereka belajar dari orang tua dan lingkungannya. 


Sekarang, anak-anak Mariso kehilangan laut akibat reklamasi dan pembangunan kota. Pesisir pantai tempat bermain mereka telah berubah menjadi mal, hotel, dan gedung pertemuan. Reklamasi tersebut tidak saja mengubah mata pencaharian orang dewasa sebagai nelayan, anak-anak juga harus memindahkan tempat bermain mereka dari laut ke lahan yang padat penduduk.


Namun, anak-anak Mariso memiliki kebebasan menjelajahi ruang sekitar mereka. Otonomi untuk menjelajah membantu mereka menciptakan ruang bermain di permukiman padat penduduk. Keterbatasan ruang mendorong mereka menjadi kreatif dan inovatif dalam menggunakan ruang dan waktu. Seperti Ali yang menggunakan badan jalan yang sepi untuk bermain rumah-rumahan, Rian dan Fatima yang bermainan ayunan di bangunan yang sedang direnovasi, atau sekelompok anak-anak lainnya yang bermain bola di rumah kosong. 


Guru-guru PAUD Sokola Pesisir Mariso sangat memahami pentingnya anak-anak melakukan aktivitas fisik dan memiliki akses ke alam. Karena sekolah kami tidak memiliki halaman, sesekali kami mengajak siswa ke Taman Segitiga, sebuah ruang terbuka yang tidak jauh dari Sokola Pesisir. Perjalanan ke taman hanya memakan waktu 10 menit berkendara. Biasanya, kami menyewa pete-pete (angkot) untuk ke sana. 

Di area taman yang di-paving, kami akan berdiri dalam lingkaran untuk melakukan beberapa aktivitas terstruktur, menyanyikan lagu-lagu, dan bermain bebas. Namun, sejak dua tahun lalu, sebuah bangunan didirikan di area tersebut sehingga kami terpaksa melakukan aktivitas di area berpasir yang tidak seluas bagian taman yang telah dibangun. Anak-anak terpaksa berhimpitan satu sama lain. Sama seperti di rumah, kami dipaksa untuk berhimpitan demi reklamasi dan pembangunan kota. 


Kami terhimpit sistem yang memaksa kami untuk membayar akses ke ruang terbuka.