Teks dan Foto: Albanus Bagus Prasojo Nefo
Penulis: Albanus Bagus Prasojo Nefo | 16 Juni 2025
Matahari terasa panas siang ini. Orang-orang tua pergi bekerja di kebun dan sebagian lainnya ada yang berburu. Aku sedang berada di rumah salah satu orang tua murid Sokola Rimba, rumah yang terbuat dari papan berbentuk panggung. Tingginya sekitar satu meter dari tanah dengan tiga buah anak tangga tepat berada di depan pintu utamanya. Bagian belakangnya berbatasan dengan kebun karet. Di sisi samping dan depannya berbatasan dengan pondok-pondok sederhana beratapkan daun. Suara burung dan beberapa hewan lain bisa terdengar meskipun dari kejauhan.
Bepagar, Begerak, Bebangun, dan Nyandong baru saja pulang dari kebun, membantu kedua orang tuanya menyadap getah karet. Kalau sudah pulang bekerja seperti ini, biasanya kami lanjutkan dengan belajar membaca, menggambar, menulis, dan berhitung. Bepagar meletakkan pisau yang ia gunakan untuk menyadap getah karet dan mengambil beberapa buku serta perlengkapan belajar lainnya. Untuk menghindari teriknya matahari, kami belajar sembari duduk santai di halaman depan yang sedikit tertutup atap. Aku duduk di tanah beralaskan daun bersama dengan Bebangun, Nyandong, dan Pelimbar. Sedangkan Begerak dan Nengkabau duduk di anak tangga rumah.
Meski nampak seumuran, tetapi mereka memiliki kemampuan yang berbeda. Bebangun sudah bisa membaca tiga suku kata dan menghitung bilangan besar. Bepagar baru dua suku kata. Nyandong baru mengenal huruf dan lebih senang menggambar. Sedangkan, Begerak sudah bisa membaca kalimat sederhana. Saat matahari mulai berangsur turun, induk - induk (ibu-ibu) sudah mulai memasak hidangan makan malam di pondok. Maka mereka kembali ke rumah induknya masing-masing, sedangkan aku lanjut membersihkan diri di sungai kecil jernih yang tidak jauh dari tempat kami belajar.
Usai membersihkan diri, Bebangun, Begerak, Nyandong, dan Pelimbar kembali menghampiri dan mengajakku untuk memasang umpan pelabu. Pelabu adalah salah satu jenis jerat yang dipakai Orang Rimba untuk menangkap tupai, tikus, atau binatang kecil lainnya. Pelabu terbuat dari bahan alami yang ada di rimba, seperti daun, batu, ubi kayu, batang, ranting, dan akar. Bahan yang digunakan kali ini adalah batang karet dan batang gaharu yang berfungsi untuk menimpa hewan buruan saat mereka memakan umpan, daun dan batang pisang untuk menutupi umpan dan membuat jalan hewan buruan agar terperangkap, akar rotan sebagai pengikat batang gaharu sebelum menimpa hewan buruan, serta bambu untuk menggantungkan umpan. Bahan-bahan ini dirakit sedemikian rupa sehingga bisa berfungsi layaknya jerat sederhana. Jalan kecil, becek dan banyak ranting menemani langkah kami ke beberapa lokasi pelabu. Total pelabu yang akan kami beri umpan ada delapan buah. Umpan dari pelabu kali ini adalah ubi kayu rebus yang mereka bawa dari rumah induknya. Tidak sekadar mengajak, saat memasang umpan di beberapa lokasi, mereka menjelaskan padaku bagaimana mekanisme pelabu ini bekerja menangkap mangsanya.
Di lain kesempatan, saat aku dan anak-anak sedang berdongeng sebelum memasak, Bepak Nguncang datang ke kemalomon (pondok) kami, tempat di mana aku dan anak-anak biasanya belajar. Ia mengajak kami memasang jerat kancil yang lokasinya tidak terlalu jauh dari kemalomon. Dalam menentukan posisi jerat, kita harus mempertimbangkan beberapa hal seperti dari mana arah hewan buruan datang dan seberapa sering hewan buruan melintasi lokasi itu. Aku dan anak-anak memperhatikan bagaimana Bepak Nguncang memasang jerat hanya dengan bermodalkan satu parangnya yang tajam. Sama seperti pelabu, bentuk dan konstruksi jeratnya sangat sederhana. Bahan-bahannya terbuat dari ranting, akar, daun, dan tali. Sembari memasang, beliau menjelaskan kepada kami bagaimana jerat ini berfungsi, apa saja kelemahannya, serta menjelaskan bagian-bagian jerat seperti ambion, tuilon, pelurut, gelogor dan kandong bekor.
Bagi komunitas Orang Rimba, untuk menjadi lelaki dewasa itu bearti harus bisa mencari lauk untuk menghidupi keluarganya, contohnya dengan cara berburu. Sebelum menjadi pemburu yang ahli, ada semacam kelas yang harus dilewati dari masa kanak-kanak sampai dewasa, salah-satunya seperti yang dilakukan oleh Begerak, Bepagar, Nyandong, dan Bebangun ketika mengajakku untuk memasang umpan pelabu. Sejak kecil mereka sudah terbiasa ikut orang tuanya mencari dan menangkap hasil hewan buruan. Mulai dari hewan-hewan kecil seperti ular, tupai, musang, dan tikus, sampai akhirnya ketika dewasa bisa mencari hewan buruan yang lebih besar seperti kancil, rusa, atau babi.
Selama aku tinggal bersama komunitas Orang Rimba, pertukaran pengetahuan terjadi bahkan dengan anak-anak. Aku bisa mengajarkan Bebangun, Begerak, Nyandong, dan Pelimbar cara membaca, tetapi aku juga belajar dari mereka bagaimana memasang jerat, membaca alam, dan mengetahui jenis-jenis pohon. Aku bisa mengajarkan angka dan cara berhitung, tetapi aku belum tentu bisa menjadi Bepak Nguncang yang menjelaskan bagaimana memasang jerat dengan baik dan benar kepada anak-anak. Di Rimba, pengetahuan itu luas dan tidak terbatas hanya tentang membaca, menulis, atau berhitung. Ada proses belajar lain, bahkan ketika anak-anak membantu kedua orang tuanya untuk menyadap karet, memasang jerat, dan kegiatan lainnya yang diturunkan dari generasi ke generasi.